MUQADDIMAH

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan manusia dan mengajarkan kepadanya penjelasan, dan menurunkan kepadanya Al Qur’an sebagai sumber nasihat, obat, petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Tidak ada keraguan dan tidak ada penyelewengan di dalamnya. Dia menurunkan Al Qur’an sebagai penguat, pembela dan nur bagi orang-orang yang memiliki keyakinan. Shalawat dan salam yang sempurna dilimpahkan ke atas makhluk yang paling sempurna dari golongan manusia dan jin, yang nurnya menerangi hati dan kubur manusia. Kedatangannya merupakan rahmat untuk seluruh alam. Semoga shalawat dan salam terlimpah ke atas keluarganya dan kepada para shababatnya. Mereka adalah bintang – bintang hidayah, penyebar kitabullah. Semoga terlimpah juga ke atas orang-orang yang mengikuti mereka dengan penuh keimanan.

Minggu, 06 September 2009

Bab I Empat Puluh Hadits Mengenai Keutamaan Al Qur'an

Hadits ke-5
 Dari Ibnu Umar r.huma, Rasulullah saw. Bersabda, “ Tidak dibenarkan hasad ( iri hati ), kecuali terhadap dua orang: Seseorang yang dikaruniai Allah ( kemampuan menghafal/ membaca ) Al Qur’an, lalu ia membacanya malam dan siang hari. Dan seseorang yang dikaruniai harta oleh Allah, lalu ia menginfaqkannya malam dan siang hari. “ ( Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’I ).

Penjelasan

Pada umumnya banyak dinukilkan dalam Al Qur’an dan hadits mengenai keburukan hasad/ iri hati, yang hukumnya mutlak dilarang. Sedangkan menurut hadits di atas, ada dua jenis orang yang kita dibolehkan hasad kepadanya. Disebabkan demikian banyak riwayat terkenal mengenai keharamannya, maka alim ulama menjelaskan hasad dalam hadits ini dengan dua maksud:
1. Hasad dengan makna risyk, yang dalam bahasa Arab disebut ghibthah. Adapun perbedaan antara hasad dan ghibthah adalah: Hasad ialah jika seseorang mengetahui ada orang lain yang memiliki sesuatu, maka ia ingin agar sesuatu itu hilang dari orang tersebut, baik ia mendapatkannya atau tidak. Sedangkan ghibthah ialah seseorang yang ingin memiliki sesuatu secara umum, baik orang lain kehilangan ataupun tidak. Oleh karena itu, secara ijma’, hasad adalah haram. Dan alim ulama mengartikan makna hadits di atas sebagai ghibthah yang dalam urusan keduniaan dibolehkan, sedangkan dalam masalah agama adalah mustahab ( lebih disukai ).
2. Mungkin juga maksudnya digunakan sebagai pengandaian, yaitu seandainya hasad itu boleh, maka hasad terhadap dua hal di atas tentu dibolehkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

What Does This Blog Talk? Blog ini Bicara Tentang...

Blog ini hendak menyampaikan kepada Anda semua, dalil-dalil tentang pentingnya mempelajari, membaca, mengkaji, memikirkan dan mengamalkan Al Qur'an, baik yang berupa nash dari Qur'an sendiri maupun hadits-hadits Rasul SAW.

Selamat membaca dan semoga bermanfaat.


Lorem Ipsum

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP