Maksud hadits di atas adalah menunjukkan perbandingan antara sesuatu yang abstrak dengan yang nyata, sehingga dapat lebih mudah dibedakan antara orang yang membaca Al Qur’an dengan yang tidak membacanya. Padahal jelas bahwa kelezatan tilawah Al Qur’an jauh berbeda dengan kelezatan apa pun di dunia ini, seperti jeruk dan kurma. Tetapi banyak rahasia di balik analogi hadits di atas yang menjadi saksi terhadap luasnya ilmu Nubuwwah dan keluasan pemahaman Nabi saw. Misalnya: Jeruk mengharumkan mulut, menguatkan pencernaan, membersihkan lambung dan sebagainya. Semua manfaat itu secara khusus juga dihasilkan oleh pembaca Al Qur’an, yaitu mewangikan mulut, membersihkan batin dan menguatkan keruhanian. Salah satu keistimewaan buah jeruk/ limau lainnya adalah bahwa jin tidak dapat memasuki rumah yang di dalamnya terdapat jeruk. Jika hal ini benar, ini merupakan keserupaan khusus pada Al Qur’an. Pernah juga didapat suatu keterangan dari paramedis bahwa buah jeruk dapat menguatkan ingatan. Dan menurut Ali r.a. dalam Kitab Al Ihya disebutkan bahwa 3 hal dapat menguatkan ingatan; 1) Bersiwak, 2) Puasa, 3) Membaca Al Qur’an.
Dalam penutup hadits di atas, dalam riwayat Abu Dawud disebutkan bahwa sahabat yang baik adalah seperti penjual minyak kasturi. Meskipun tidak memiliki kasturi, jika berdekatan dengannya akan mendapatkan wanginya. Sahabat yang buruk adalah seperti tukang pandai besi. Meskipun tidak terkena apinya, namun jika berdekatan dengannya akan terkenan asapnya. Oleh sebab itu sangat penting untuk diperhatikan siapakah sahabat dan teman bergaul kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar